Senin, 20 November 2017

Hubungan dan Perjanjian Kerja

Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 14 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan.
Perjanjian kerja yang didasarkan pada pengertian Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak disebutkan bentuk perjanjiannya tertulis atau lisan; demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan atau tidak sebagaiman sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasl 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Per). Ketentuan ini juga tertuang dalam pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas dasar:
  1. Kesepakatan kedua belah pihak;
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
  3. Adanya pekerjaan yang dijanjkan;
  4. Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai hal-hal yang diperjanjkan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk dipekerjakan.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau waras.
Unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian kerja:
1. Adanya unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin pengusaha dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603a yang berbunyi:
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
2. Adanya unsur perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan antara dokter dengan pasien, pengacara dengan klien. Hubungan tersebut merupakan hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak tunduk pada perintah pasien atau klien.
3. Adanya upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja), bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. .
4. Waktu Tertentu
Yang hendak ditunjuk oleh perkataan waktu tertentu atau zekere tijd sebagai unsur yang harus ada dalam perjanjian kerja adalah bahwa hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja tidak berlangsung terus-menerus atau abadi. Jadi bukan waktu tertentu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Waktu tertentu tersebut dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, dapat pula tidak ditetapkan.
 
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan.
Dalam Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
  1. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
  2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
  3. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
  4. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
 
contoh kasus perjanjian kerja :
https://nasional.tempo.co/read/715185/pilot-senior-ini-akhirnya-menggugat-lion-air

Tidak ada komentar:

Posting Komentar