Perjanjian kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka
14 adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah
pihak. Perjanjian kerja pada dasarnya harus memuat pula
ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan hubungan kerja itu, yaitu hak
dan kewajiban buruh serta hak dan kewajiban majikan.
Perjanjian kerja yang didasarkan pada pengertian Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak disebutkan bentuk perjanjiannya
tertulis atau lisan; demikian juga mengenai jangka waktunya ditentukan
atau tidak sebagaiman sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 25
Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
Sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, maka perjanjian kerja harus
memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasl 1320
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Per). Ketentuan ini juga tertuang
dalam pasal 52 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat atas
dasar:
- Kesepakatan kedua belah pihak;
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
- Adanya pekerjaan yang dijanjkan;
- Pekerjaan yang dijanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesepakatan kedua belah pihak yang lazim disebut kesepakatan bagi yang
mengikatkan dirinya maksudnya bahwa pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian kerja harus setuju atau sepakat, setia-sekata mengenai
hal-hal yang diperjanjkan. Apa yang dikehendaki pihak yang satu
dikehendaki pihak yang lain. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang
ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerja tersebut untuk
dipekerjakan.
Kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak yang membuat perjanjian
maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian.
Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan
telah cukup umur. Ketentuan hukum ketenagakerjaan memberikan batasan
umur minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan). Selain itu seseorang dikatakan cakap
membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau
waras.
Unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian kerja:
1. Adanya unsur work atau pekerjaan
Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan
(obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh
pekerja, hanya dengan seizin pengusaha dapat menyuruh orang lain. Hal
ini dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1603a yang
berbunyi:
“Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikan ia dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya”.
2. Adanya unsur perintah
Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha
adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha
untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah
perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya, misalnya hubungan
antara dokter dengan pasien, pengacara dengan klien. Hubungan tersebut
merupakan hubungan kerja karena dokter, pengacara tidak tunduk pada
perintah pasien atau klien.
3. Adanya upah
Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja (perjanjian kerja),
bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada
pengusaha adalah untuk memperoleh upah. .
4. Waktu Tertentu
Yang hendak ditunjuk oleh perkataan waktu tertentu atau zekere tijd
sebagai unsur yang harus ada dalam perjanjian kerja adalah bahwa
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja tidak berlangsung
terus-menerus atau abadi. Jadi bukan waktu tertentu yang dikaitkan
dengan lamanya hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. Waktu
tertentu tersebut dapat ditetapkan dalam perjanjian kerja, dapat pula
tidak ditetapkan.
Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara
tertulis (Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau
menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya
kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh
mensyaratkan adanya masa percobaan.
Dalam Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu
hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat
atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
- Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
- Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
- Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja
untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat
tetap.
contoh kasus perjanjian kerja :
https://nasional.tempo.co/read/715185/pilot-senior-ini-akhirnya-menggugat-lion-air